ALIH
KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
Masyarakat multilingual memungkinkan adanya kontak
bahasa dari masing-masing bahasa tersebut. Adanya kontak bahasa mengakibatkan
munculnya pidgin, kreol, bilingualisme,
diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan
pergeseran bahasa. Pada ulasan ini akan dibahas mengenai apa alih kode dan campur kode, apa saja jenis-jenis alih kode, persamaan dan perbedaan
alih kodedan campur kode,dan faktor-faktor penyebab terjadiya alih kodedan campur kode.
Alih
Kode
Alih kode atau code
switching adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam
suatu peristiwa tutur. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih
menggunakan bahasa daerah. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan
bahasa (language dependency) dalam
masyarakat multilingual dimana masing-masing bahasa masih cenderung mendukung
fungsi masing-masing dan masing-masing
fungsi sesuai dengan konteksnya.
Apple (1976:79 melalui Chaer dan Agustina,2010:
107-108) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa
karena berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan alih kode itu
antarbahasa, maka Hymes (1875) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi
antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang
terdapat dalam suatu bahasa..Dengan demikian, alih kode merupakan gejala
peralihan pemakaian bahasa, ragam dan gayakarena perubahan peran dan situasi dalam tuturan.
ANALISIS ALIH KODE
A. Percakapan
Pembeli 1: Ini berapaan pak?
Penjual : Seratus lima belas.
Pembeli 1 : Kok mahal sekali pak?
Pembeli 2 : Ha . . . ha . . . Padahal iki kaine tipis lho?
Kalau yang ini sama pak
harganya?
Penjual : Ya, sama
Pembeli 2 : Delapan puluh, pak.
Penjual : Tidak boleh mbak.
Pembeli 2 : Biasanya juga hanya
delapan puluh kok pak.
Penjual : Wah . . . sekarang sudah nggak dapat lagi mbak.
Sudah naik.
B. Analisis Percakapan
Pada percakapan di atas,
penutur yakni pembeli sedangkan
mitratutur yakni penjual. Percakapan tersebut terjadi di sebuah pasar
modern di Jakarta. Dengan dua penutur yakni dua remaja wanita yang berasal dari
Jawa tengah sedangkan lawan tutur yakni penjual celana jeans yang berasal dari Jakarta. Topik percakapan adalah
tawar-menawar celana jins.
Dibawah ini merupakan percakapan yang menunjukkan adanya alih kode antara
lain:
Pembeli 1 : Kok mahal sekali pak?
Pembeli 2 : Ha . . . ha . . .
Padahal iki kaine tipis lho?
Kalau yang ini sama pak harganya?
Penjual : Ya, sama
Penyebab alih kode yakni
karena lawan tutur yang berasal dari Jakarta. Maka, lawan tutur hanya menguasai
bahasa Indonesia dan tidak menguasai bahasa Jawa. Sedangkan dua penutur yang
berasal dari Jawa Tengah. Maka pilihan satu-satunya untuk bercakap dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga, penutur beralih bahasa dari bahasa Jawa
ke Bahasa Indonesia.
Jenis-jenis
Alih Kode
Alih Kode Metaforis
Alih kode metaforis yaitu alih kode yang terjadi jika
ada pergantian topik. Sebagai contoh Adan Badalah teman kuliah, awalnya mereka
menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi dalm diskusi di perkuliahan, setelah
diskusi selesai, mereka kemudian menganti topik pembicaraan mengenai kos karena
kebetulan mereka teman satu kos. Pergantian topik ini juga mempengaruhi
pergantian bahasa yang mereka lakukan dengan menggunakan bahasa daerah.
Kebetulan A dan Btinggal di daerah yang sama dan dapat berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa daerah tersebut. Pada contoh ini terjadi perubahan topik
dari urusan perkuliahan berubah menjadi masalah kos sehingga termasuk alih kode metaforis(Spolsky, 1998: 50).
Selain alih kode metaforis Suwito dalam Chaer dan
Agustina (2010:114) juga membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode
intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung
antarbahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau
sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara
bahasa (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat
tuturnya) dengan bahasa asing.Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, atau
sebaliknya.
Campur
Kode
Thelender (1976: 103 melalui Chaer dan Agustina, 115:
2010) menjelaskan mengenai alih kode dan campur kode. Bila dalam suatu
peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa
bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di
dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan
terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid
clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak
lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah
campur kode bukan alih kode. Spolsky (1998: 49) menyebutkan bahwa campur kode
ini terjadi pada para imigran yang sering menggunakan banyak kata dari bahasa
baru mereka dengan menggunakan bahasa lama mereka. Hal ini dikarenakan banyak
orang yang mengerti ketika mereka menggunakan dua bahasa tersebut. Hal ini
dapat dilihat pada bahasa Inggris Jamaika dan bahasa Inggris New Zealand para
pengguna bahasa tersebut menambahkan leksikon
lokal sebagai fitur mereka yang paling jelas.
ANALISIS CAMPUR KODE
A. Percakapan
Desy : Besok kamu bisa ngantar
aku nggak Rit?
Rita : Besok aku nggak bisa.
Aku ‘meh’ ngantar temanku
ke rumah sakit.
Desy : Aduh, padahal aku ‘meh’
ngajak kamu ke ‘rumahe’ pamanku.
Pamanku nyuruh aku
kesana.
Rita : Maaf ‘yo’, Aku nggak
bisa ngantar kamu?
Desi : Ya, nggak apa-apa kok.
B. Analisis Percakapan
Dalam percakapan di atas,
penutur yakni Desi sedangkan mitra tutur yakni Rita. Topik pembicaraan pada
percakapan di atas yakni berupa ajakan. Dibawah ini yang bergaris bawah
merupakan percakapan yang menunjukkan adanya campur kode antara lain:
Rita : Aku ‘meh’
ngantar temanku ke rumah sakit.
Desy : Aduh, padahal aku ‘meh’ ngajak kamu ke ‘rumahe’
pamanku.
Rita : Maaf ‘yo’, Aku nggak bisa ngantar
kamu?
Penyebab adanya Campur
kode yakni tingkat keakraban. Karena antara penutur dengan mitra tutur itu
sudah akrab serta keduanya berasal dari Jawa tengah. Sehingga dalam penggunaan
bahasa juga bukan formal melainkan nonformal atau ragam akrab.
Persamaan
dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua
peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua
bahasa atau lebih (Chaer dan Agustina, 2010: 114). Namun terdapat perbedaan
yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi pada masing-masing bahasa yang
digunakan dan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan
disengaja, karena sebab-sebab tertentu. Campur kode adalah sebuah kode utama
atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang
lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan
(pieces) saja atau hanya berupa klausa saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai
sebuah kode.
Jika dalam alih kode digunakan dua bahasa otonom
secara bergantian maka dalam campur kode sebuah unsur bahasa lain hanya menyisip
atau disisipkan pada sebuah bahasa yang menjadi kode utama atau kode dasar.
Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan
unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan atau dalam
sebuah ceramah agama, pembicara menyisipkan unsur-unsur bahasa Arab yang memang
tidak ada padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, dalam campur kode, elemen yang
diambil itu milik sistem yang berbeda. Motivasinya adalah motivasi linguistik
dan hasrat untuk menjelaskan/interpretasi semata; tidak didorong/tidak
dipengaruhi oleh faktor situasional. Sedangkan alih kode lebih banyak berkaitan
dengan aspek situasional.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Alih Kode dan Campur Kode
Tuturan yang kita lakukan tidak lepas dari apa yang
diungkapkan Fishman (Chaer dan Agustina, 2010:108) yang berkaitan erat dengan
siap berbicara, dengan bhaasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa.
Berdasarkan aspek tersebut penutur melakukan alih kode dan campur kode
dipengaruhi oleh faktor (1) penutur, (2) mitra Tutur, (3) perubahan situasi
dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal, (5)
perubahan topik pembicaraan, (6) Topik/ Pokok Pembicaraan
Selain itu penyebab te rjadinya alih kode dan campur
kode berdasarkan komponen tutur Hymes yaitu SPEAKING sebagai berikut.
S = Situasi
(act situation), mencakup latar dan suasana
P = Partisipant,
mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima.
E = End (tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi
pesan.
A = Act
Sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesan
K = Key
( kunci)
I = Instrumentalities
(peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk
tutur.
N = Norms
(norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi
G = Genre
(Sumarsono dan Partana, 2004: 325)
Faktor-faktor terjadinya alih kode dan campur kode
sebagai berikutberikut.
a. Penutur
b. Mitra
tutur
c. Hadirnya
penutur ketiga.
d. Tempat
tinggal dan waktu tuturan berlangsung
e. Modus
tuturan
f. Topik
tuturan
Fungsi
dan Tujuan Penggunaan Alih Kode dan Campur Kode
Dalam kegiatan
komunikasi pada masyarakat multilingual alih kode dan campur kode pada umumnya dilakukan antara lain untuk
tujuan-tujuan berikut.
a. Mengakrabkan suasana
b. Menghormati lawan bicara
c. Meyakinkan topik pembicaraan
d. Untuk membangkitkan rasa humor
e. Untuk sekadar bergaya atau
bergengsi
Sumber
Chaer, Abdul dan Leonie
Agustina.2010. Sosiolinguistik Perkenalan
Awal. Jakarta:Rineka Cipta.
Spolsky, Bernard. 1998. Sociolinguistics.
Oxford: Oxford University Press.
Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik.
Yogyakarta : Sabda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar