Rabu, 17 Desember 2014

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK



ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

Masyarakat multilingual memungkinkan adanya kontak bahasa dari masing-masing bahasa tersebut. Adanya kontak bahasa mengakibatkan munculnya pidgin, kreol, bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa. Pada ulasan ini akan dibahas mengenai apa alih kode dan campur kode, apa saja jenis-jenis alih kode, persamaan dan perbedaan alih kodedan campur kode,dan faktor-faktor penyebab  terjadiya alih kodedan campur kode.
Alih Kode
Alih kode atau code switching adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa daerah. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilingual dimana masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing dan  masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
Apple (1976:79 melalui Chaer dan Agustina,2010: 107-108) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan alih kode itu antarbahasa, maka Hymes (1875) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa..Dengan demikian, alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa, ragam dan gayakarena perubahan  peran dan situasi dalam tuturan.



ANALISIS ALIH KODE
A.  Percakapan
Pembeli 1: Ini berapaan pak?
Penjual : Seratus lima belas.
Pembeli 1 : Kok mahal sekali pak?
Pembeli 2 : Ha . . . ha . . . Padahal iki kaine tipis lho?
           Kalau yang ini sama pak harganya?
Penjual : Ya, sama
Pembeli 2 : Delapan puluh, pak.
Penjual  : Tidak boleh mbak.
Pembeli 2  : Biasanya juga hanya delapan puluh kok pak.
Penjual  : Wah . . .  sekarang sudah nggak dapat lagi mbak.
            Sudah naik.
B.   Analisis Percakapan
         Pada percakapan di atas, penutur yakni pembeli sedangkan  mitratutur yakni penjual. Percakapan tersebut terjadi di sebuah pasar modern di Jakarta. Dengan dua penutur yakni dua remaja wanita yang berasal dari Jawa tengah sedangkan lawan tutur yakni penjual celana jeans yang  berasal dari Jakarta. Topik percakapan adalah tawar-menawar celana jins.
Dibawah ini merupakan percakapan yang menunjukkan adanya alih kode antara lain:
Pembeli 1  : Kok mahal sekali pak?
Pembeli 2  : Ha . . . ha . . . Padahal iki kaine tipis lho?
Kalau yang ini sama pak harganya?
Penjual    : Ya, sama
       Penyebab alih kode yakni karena lawan tutur yang berasal dari Jakarta. Maka, lawan tutur hanya menguasai bahasa Indonesia dan tidak menguasai bahasa Jawa. Sedangkan dua penutur yang berasal dari Jawa Tengah. Maka pilihan satu-satunya untuk bercakap dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga, penutur beralih bahasa dari bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia.
Jenis-jenis Alih Kode
Alih Kode Metaforis
Alih kode metaforis yaitu alih kode yang terjadi jika ada pergantian topik. Sebagai contoh Adan Badalah teman kuliah, awalnya mereka menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi dalm diskusi di perkuliahan, setelah diskusi selesai, mereka kemudian menganti topik pembicaraan mengenai kos karena kebetulan mereka teman satu kos. Pergantian topik ini juga mempengaruhi pergantian bahasa yang mereka lakukan dengan menggunakan bahasa daerah. Kebetulan A dan Btinggal di daerah yang sama dan dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah tersebut. Pada contoh ini terjadi perubahan topik dari urusan perkuliahan berubah menjadi masalah kos sehingga termasuk alih kode metaforis(Spolsky, 1998: 50).
Selain alih kode metaforis Suwito dalam Chaer dan Agustina (2010:114) juga membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, atau sebaliknya.
Campur Kode
Thelender (1976: 103 melalui Chaer dan Agustina, 115: 2010) menjelaskan mengenai alih kode dan campur kode. Bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode bukan alih kode. Spolsky (1998: 49) menyebutkan bahwa campur kode ini terjadi pada para imigran yang sering menggunakan banyak kata dari bahasa baru mereka dengan menggunakan bahasa lama mereka. Hal ini dikarenakan banyak orang yang mengerti ketika mereka menggunakan dua bahasa tersebut. Hal ini dapat dilihat pada bahasa Inggris Jamaika dan bahasa Inggris New Zealand para pengguna bahasa tersebut menambahkan leksikon lokal sebagai fitur mereka yang paling jelas.
ANALISIS CAMPUR KODE
A.   Percakapan
Desy    : Besok kamu bisa ngantar aku nggak Rit?
Rita    : Besok aku nggak bisa.
          Aku ‘meh’ ngantar temanku ke rumah sakit.
Desy    : Aduh, padahal aku ‘meh’ ngajak kamu ke ‘rumahe’ pamanku.
             Pamanku nyuruh aku kesana.
Rita      : Maaf ‘yo’, Aku nggak bisa ngantar kamu?
Desi     :  Ya, nggak apa-apa kok.
B.    Analisis Percakapan
        Dalam percakapan di atas, penutur yakni Desi sedangkan mitra tutur yakni Rita. Topik pembicaraan pada percakapan di atas yakni berupa ajakan. Dibawah ini yang bergaris bawah merupakan percakapan yang menunjukkan adanya campur kode antara lain:
Rita      :  Aku ‘meh’ ngantar temanku ke rumah sakit.
Desy    :  Aduh, padahal aku ‘meh’ ngajak kamu ke ‘rumahe’ pamanku.
Rita      : Maaf ‘yo’, Aku nggak bisa ngantar kamu?
         Penyebab adanya Campur kode yakni tingkat keakraban. Karena antara penutur dengan mitra tutur itu sudah akrab serta keduanya berasal dari Jawa tengah. Sehingga dalam penggunaan bahasa juga bukan formal melainkan nonformal atau ragam akrab.
Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih (Chaer dan Agustina, 2010: 114). Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi pada masing-masing bahasa yang digunakan dan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu. Campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja atau hanya berupa klausa saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode.
Jika dalam alih kode digunakan dua bahasa otonom secara bergantian maka dalam campur kode sebuah unsur bahasa lain hanya menyisip atau disisipkan pada sebuah bahasa yang menjadi kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan atau dalam sebuah ceramah agama, pembicara menyisipkan unsur-unsur bahasa Arab yang memang tidak ada padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, dalam campur kode, elemen yang diambil itu milik sistem yang berbeda. Motivasinya adalah motivasi linguistik dan hasrat untuk menjelaskan/interpretasi semata; tidak didorong/tidak dipengaruhi oleh faktor situasional. Sedangkan alih kode lebih banyak berkaitan dengan aspek situasional.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Kode dan Campur Kode
Tuturan yang kita lakukan tidak lepas dari apa yang diungkapkan Fishman (Chaer dan Agustina, 2010:108) yang berkaitan erat dengan siap berbicara, dengan bhaasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Berdasarkan aspek tersebut penutur melakukan alih kode dan campur kode dipengaruhi oleh faktor (1) penutur, (2) mitra Tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal, (5) perubahan topik pembicaraan, (6) Topik/ Pokok Pembicaraan
Selain itu penyebab te rjadinya alih kode dan campur kode berdasarkan komponen tutur Hymes yaitu SPEAKING sebagai berikut.
S    = Situasi (act situation), mencakup latar dan suasana
P    = Partisipant, mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima.
E    = End  (tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi pesan.
A  = Act Sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesan
K   = Key ( kunci)
I    = Instrumentalities (peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk
tutur.
N   = Norms (norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi
G   = Genre
(Sumarsono dan Partana, 2004: 325)
Faktor-faktor terjadinya alih kode dan campur kode sebagai berikutberikut.
a.       Penutur
b.      Mitra tutur
c.       Hadirnya penutur ketiga.
d.      Tempat tinggal dan waktu tuturan berlangsung
e.       Modus tuturan
f.       Topik tuturan

Fungsi dan Tujuan Penggunaan Alih Kode dan Campur Kode
Dalam kegiatan  komunikasi pada masyarakat multilingual alih kode dan campur kode  pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan-tujuan  berikut.
a.   Mengakrabkan suasana
b.   Menghormati lawan bicara
c.   Meyakinkan topik pembicaraan
d.   Untuk membangkitkan rasa humor
e.    Untuk sekadar bergaya atau bergengsi
Sumber
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka Cipta.
Spolsky, Bernard. 1998. Sociolinguistics. Oxford: Oxford University Press.
Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar