Rabu, 17 Desember 2014

PENANDA Fatis DAN INTERJEKSI dalam Bahasa jawa



PENANDA Fatis DAN INTERJEKSI
dalam Bahasa jawa
Na’iim A.M

Abstract:

Phatic marker contained in the syntactic knowledge, that the actual phatic marker in a sentence itself does not have a specific meaning. Phatic marker is in charge of word classes start, maintain, or strengthen, the communication between the speaker and the listener. Usually in the context of the dialogue. Phatic marker and interjection are two types of words are very frequently used in the Java language speech. Phatic marker in the Java language, among others: (1) particles, (2) the word phatic. Phatic marker in the form of particles, among others: to, ora. Lha, lha iyo, ojo , etc. The word is used as a marker of phatic include: wong, endhang, emboh, kuwi, nyaopo etc. Phatic marker in the form of repetition can be a final syllable words and words intact. Phatic marker in the form of affixes is –è, –i and –ne.  

Interjection of the most frequently used in the Java language, among others: (1) mosok to surprise and shock, (2) biyoh for admiration or incredibility, (3) halah gak for disappointment, and (4) wegah to anger or rejection.









Abstrak:
Penanda fatis terdapat di ilmu sintaksis, bahwa penanda fatis sebenarya dalam suatu kalimat itu sendiri tidak memiliki arti tertentu. Penanda fatis adalah kelas kata  yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan,  komunikasi antara pembicara dan pendengar. Biasanya terdapat  dalam konteks dialog.  Penanda fatis dan interjeksi merupakan dua jenis kata yang sangat sering digunakan dalam tuturan bahasa Jawa. Penanda fatis dalam bahasa Jawa antara lain: (1) partikel, (2) kata fatis. Penanda fatis yang berupa partikel antara lain: to, ora. Lha, lha iyo, ojo ,dll. Kata yang digunakan sebagai penanda fatis antara lain: wong, endhang, emboh, kuwi, nyaopo dll. Penanda fatis yang berupa pengulangan kata dapat berupa suku akhir dan kata utuh. Penanda fatis yang berupa afiks ialah –è, –an dan –ne.  

Interjeksi yang paling sering digunakan dalam bahasa Jawa antara lain: (1) mosok untuk keheranan dan kekagetan, (2) biyoh untuk kekaguman atau keluarbiasaan, (3) halah untuk kekecewaan, dan (4) wegah untuk kemarahan atau penolakan.

1. Pengantar
Penanda fatis (phatic markers) dan interjeksi (interjection)—yang oleh Leech (1990) disebut pragmatic particles dan oleh Schachter (1985) disebut politeness markers—merupakan dua jenis kata yang sangat berperan dalam komunikasi, tetapi tidak pernah disinggung dalam pembahasan tentang bahasa Jawa (JW). Hal itu terjadi karena pembahasan tentang JW yang dilakukan selama ini umumnya berkaitan dengan masalah gramatika; dan sebagai ciri ragam lisan, kedua klasifikasi kata tersebut (mungkin) dianggap tidak berhubungan dengan masalah gramatika.
Penanda fatis adalah satuan kebahasaan yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara penutur dengan mitra tutur. Penanda fatis dapat digunakan pada setiap jenis kalimat; baik pada kalimat imperatif, interogatif, maupun deklaratif (Kridalaksana, 2005). Interjeksi adalah satuan kebahasaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan penutur; tidak dapat diberi afiks dan secara sintaktis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran (Kridalaksana, 1984). Dengan demikian, walaupun penggunaannya tidak mempunyai makna gramatikal (dan leksikal) tetapi mempunyai makna komunikatif.
Perbedaan antara kedua kategori kata tersebut adalah: (1) penanda fatis dapat ditempatkan di bagian tuturan mana pun bergantung maksud penutur, sedangkan interjeksi bersifat ekstrakalimat atau selalu mendahului tuturan sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri; dan (2) penanda fatis bersifat komunikatif, sedangkan interjeksi bersifat emotif (Kridalaksana, 2005). Permasalahannya adalah penanda fatis dan interjeksi apa sajakah yang digunakan komunikasi BJ ? Bagaimanakah bentuk dan fungsinya dalam komunikasi BJ?





2. Penanda Fatis
Dilihat dari bentuknya, penanda fatis dalam BJ terdiri atas: (1) partikel, (2) kata fatis, (3) penambahan bunyi glotal pada akhir kata, (4) pengulangan kata, dan (5) penggunaan afiks.

2.1 Partikel
Penanda fatis yang berupa partikel antara lain: to, ora. Lha, lha iyo, ojo ,dll. Partikel dalam BJ tidak dapat melekat pada kata lain.

(1)     Partikel
Suatu bahasa atau kalima dalam bahasa jawa, partikel digunakan sebagai penekanan sebuah perintah atau larangan. Partikel digunakan apabila mitra tutur belum melakukan perbuatan yang dikehendaki atau tidak dilakukan oleh lawan penutur, tetapi ada kesempatan lawan tutur untuk melanggar perintah atau melakukan perbuatan yang tidak dikehendaki oleh penutur.
1.      Wes opo ugung to.
(sudah apa belum..to)
2.      Ojo muleh sek to.
(jangan pulang dulu...to)

Pada kalimat interogatif, partikel digunakan untuk meminta pendapat atau persetujuan lawan tutur. Seperti contoh berikut.
3.      kowe wes mangan to?
(‘kamu sudah makan to?’)
4.       tugasmu wes mbok kerjakne to?
(‘saya akan minta juga ya?’)



(2)     Partikel ora, lha
Partikel ora, , dan lha hanya digunakan pada kalimat imperatif. Di antara kedua partikel tersebut, ora dan lha mempunyai variasi tingkat tutur. Partikel ora digunakan apabila penutur tidak setuju dengan mitra tutur atau bisa dikatakan sebagai awalan dari sebuah jawaban sedangkan partikel lha digunakan penutur untuk mengawali pembicaraan atau digunakan untuk ketidakpercayaan. Contoh kalimat dalam bahasa jawa pada partikel ora adalah
1.       Ora aku mau seng nyileh terakhir ora aku.
Tidak saya tadi yang pinjam terakhir tidak saya.
2.      Ora aku yo.
Tidak saya ya.






3.    Partikel lha iyo
Partikel lha iyo digunakan pada kalimat sepemahaman untuk mengungkapkan pembuktian sikap atau pendapat penutur yang sudah pernah dilakukan atau disampaikan sebelumnya.
1.      Lha iyo urong ngerti wes tuku
Iya itu belum tahu kok sudah beli
2.      Lha iyo wong kuwi aneh
Lha itu orang itu aneh

4.    Partikel ojo
Partikel ojo digunakan pada kalimat imperatif dan kalimat deklaratif. Pada kalimat imperatif, partikel ojo berposisi pada akhir kalimat; berfungsi menegaskan larangan yang dilakukan oleh penutur. Partikel ojo yang digunakan pada kalimat imperatif, merupakan pengulangan dari penanda negatif ojo‘ jangan’.
1.      Iyo ojo
Iya jangan
Pada kalimat deklaratif, partikel ojo selalu berposisi pada awal kalimat. contoh:
1.    ojo tuku jajan kuwi engko watuk kok.
 ‘jangan beli jajan itu nanti kamu batuk kok’











2.2 Kata
Kata yang digunakan sebagai penanda fatis dalam BJ antara lain: wong, endhang, emboh, kuwi, nyaopo yang dalam BI sebenarnya bermakna ‘orang’, ‘cepatan’, ‘tidak tahu’, ‘itu’, ‘kenapa’.

(1)     Kata wong
Kata wong dalam penanda fatis bahasa jawa bukan arti yang sebenarnya.  Artinya bukan ‘orang (manusia)’, tetapi hal itu tidak memiliki arti yang jelas, hanya saja digunakan untuk menyatakan memperjelas perkataan yang di utarakan Si Penutur untuk lawan tuturnya. 
1. Wong aku wingi mari teko malang
‘ aku kemarin dari malang’
2. Wong sesok aku sekolah
‘ besok aku sekolah’
3. Wong awakmu gak kenek dipercoyo
‘kamu gak bisa dipercaya’


(2)     Kata endhang
Kata endhang merupakan sebuah kata yang digunakan seseorang untuk menyuruh seseorang untuk melakukan sesuatu yang dikehendakinya contohnya antara lain:
1.      Endhang mlaku yo.
Cepat jalan ya.
2.      Endhang tuku sego kono.
Cepat beli nasi sana.


(3)     Kata emboh
Kata emboh sebenarnya juga merupakan kata jawaban dari mitra tutur. Dalam tuturan bahasa Jawa biasanya mitra tutur menjawab jawaban dengan jawaban seadanya. Sebagai contoh berikut:
1.      Emboh ra ngerti aku.
Tidak tahu aku.
2.      Emboh gak ngerti sopo seng jupuk.
Tidak tahu siapa yang ambil.


(4)     Kata kuwi
Kata kuwi merupakan kata penunjuk sesuatu yang digunakan penutur untuk menunjukkan sesuatu yang ditunjuk penutur untuk mitra tuturnya. Kata kuwi digunakan untuk penunjuk banyak hal di antaranya untuk penunjuk barang, penunjuk benda, penunjuk orang dan lain-lain. Sebagai contoh berikut:
1.      Kuwi lo balmu.
Itu lo bolamu.
2.      Kuwi lo koncomu.
Itu lo temanmu
(5)     Kata nyaopo
Kata nyaopo merupakan kalimat tanya seperti bahasa Indonesia kenapa, tapi kali ini digunakan dalam bahasa jawa. Kata nyaopo sebuah pertanyaan mitra tutur terhadap penutur. Sebagai contoh berikut:
1.      Nyaopo wong gak aku seng tuku
Kenapa tidak saya yang beli.
2.      Nyaopo rene wong aku arep muleh.
Kenapa kesini saya mau pulang.


2.5 Penggunaan Afiks
Penanda fatis yang berupa penggunaan afiks hanya dijumpai pada kalimat imperatif. Afiks yang digunakan sebagai penanda fatis ialah –è, –an dan –ne.

1.        Afiks dan –an
Afiks –è dan -an bila dilekatkan pada kata bocah ‘anak’ dan endhang ‘segera’ berfungsi sebagai penanda fatis, yakni untuk menegaskan perintah. Seperti contoh tuturan berikut.
1.      Bocah.e wes kon ndang muleh, wes bengi.
Anaknya sudah disuruh segera pulang, sudah malam.
2.      endhangan tuku sego, ben gak lesu.
Segera beli nasi, biar tidak lapar.
Penggunaan kedua afiks tersebut sering tumpang tindih atau saling menggantikan.

2.        Afiks –ne
Afiks –ne dalam bahasa Jawa merupakan afiks yang menekankan pada objek kata yang ingin dilakukannya contohnya:
1.      Mangane entek sak bungkus.
Makannya habis satu bungkus.
2.      Tangane gak iso meneng.
Tangannya tidak bisa diam.

3. Interjeksi
interjeksi dalam BJ merupakan kategori kata yang ada untuk mengungkapkan rasa hati penuturnya. Interjeksi yang paling sering digunakan dalam bahasa Jawa antara lain:  (1) mosok untuk keheranan dan kekagetan, (2) biyoh untuk kekaguman atau keluarbiasaan, (3) halah untuk kekecewaan, dan (4) wegah untuk kemarahan atau penolakan.

Bentuk interjeksi:
1.      Interjeksi primer: lho. Lha, wah, o, ah
2.      Sekunder: adhuh, wadhuh, hore





4.    kesimpulan
Penanda fatis dalam bahasa Jawa antara lain: (1) partikel, (2) kata fatis. Penanda fatis yang berupa partikel antara lain: to, ora. Lha, lha iyo, ojo ,dll. Kata yang digunakan sebagai penanda fatis antara lain: wong, endhang, emboh, kuwi, nyaopo dll. Penanda fatis yang berupa pengulangan kata dapat berupa suku akhir dan kata utuh. Penanda fatis yang berupa afiks ialah –è, –i dan –ne. Interjeksi yang paling sering digunakan dalam bahasa Jawa antara lain: (1) mosok untuk keheranan dan kekagetan, (2) biyoh untuk kekaguman atau keluarbiasaan, (3) halah untuk kekecewaan, dan (4) wegah untuk kemarahan atau penolakan.

















DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
----------. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar